Adu Cerdas Perang Taktik Pep Guardiola Vs Thomas Tuchel


Adu Cerdas Perang Taktik Antra Pep Guardiola Vs Thomas Tuchel Dalam laga bertajuk final All-England di Putaran Final Liga Champions, Final Liga Champions akan dihelat di Estadio do Dragao, Portugal, Minggu (30/5) dini hari WIB, dengan dua tim asal Inggris Manchester City dan Chelsea akan jual beli serangan di partai penentuan gelar si Kuping Lebar.


City berhasil lolos ke final setelah menggilas wakil Prancis Paris Saint-Germain (agregat 4-1), sedangkan The Blues mampu menundukkan raksasa Spanyol Real Madrid (agregat 3-1) untuk memastikan tiket ke partai puncak.


Keberhasilan tersebut tak lepas dari tangan dingin dari masing-masing manajer kedua tim, dengan Pep Guardiola bagi The Citizens dan Thomas Tuchel bersama Chelsea.


The Citizens, yang berambisi untuk meraih gelar Liga Champions pertama mereka sejak klub didirikan, pasti akan habis-habisan untuk memenuhi impian mereka selama ini.


Di bawah asuhan Guardiola hal itu bisa saja terjadi mengingat pengalaman pria asal Spanyol tersebut berhasil menyabet piala si Kuping Lebar bersama Barcelona sebanyak dua kali, yang merupakan dua final bagi sang manajer selama kariernya menukangi sebuah klub dan berhasil menjadi juara di dua kali kesempatan.


Sementara itu, Chelsea yang pernah menjuarai kompetisi tersebut di musim 2011/12, tentu saja tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali membawa pulang si Kuping Lebar kedua kalinya ke Stamford Bridge.


Tuchel, yang baru direkrut awal tahun ini, pasti akan memberikan sentuhan magisnya untuk kembali memenangkan laga melawan City, setelah sebelumnya pria asal Jerman itu menyapu bersih dua pertemuan timnya kontra The Citizens dengan kemenangan.


Guardiola bersama City

Didatangkan pada Juli 2016 ke Etihad Stadium, Guardiola telah menyumbangkan tiga gelar Liga Primer, empat Carabao Cup, satu Piala FA dan dua Community Shield. Piala Liga Champions akan melengkapi torehan sang manajer selama berkiprah di Inggris.



Ambisi mantan manajer Bayern Munich tersebut untuk membawa Sergio Aguero cs menjadi kampiun Eropa pertama kalinya tentu saja mengharuskan dia memutar otak untuk menentukan strategi yang akan diterapkan ke permainan anak asuhnya.


Bermodalkan pengalaman di final Liga Champions sebanyak dua kali dan berhasil menjadi juara, strategi tiki-taka yang menjadi ciri khas Guardiola tentu saja akan tetap menjadi andalannya, yang pasti sudah dia modifikasi sedemikian rupa dengan mengoptimalkan kemampuan anak asuhnya.


Di Barca, dia memulai tiki-taka yang sempurna dengan Lionel Messi, Andres Iniesta dan Xavi Hernandez yang menjadi titik sentral strateginya tersebut.


Kemudian di Bayern, Guardiola memiliki Thiago Alcantara, Xabi Alonso dan Philipp Lahm, yang mampu memimpin lini tengah timnya, tentu saja dengan perubahan taktik yang memanfaatkan sayap untuk memaksimalkan Arjen Robben dan Franck Ribery.


Sementara di City, Guardiola memiliki gelandang kreatif dalam diri Ilkay Gundogan, Kevin De Bruyne dan David Silva - yang telah pindah ke Real Sociedad awal musim ini - di mana mereka mampu membuat tiki-taka milik sang manajer berjalan dengan sempurna.


Selain itu, sang manajer tidak hanya memanfaatkan strategi andalannya itu di timnya saat ini, dia mengkombinasikannya dengan mendorong bek sayapnya yang kuat untuk membantu serangan.


Di final kali ini, peran De Bruyne akan sangat diperhatikan oleh tim lawan karena dia menjadi pemimpin serangan The Citizens. Gelandang tersebut telah menjadi tokoh penting di bawah asuhan Guardiola musim ini dengan torehan sepuluh gol dan 18 assist dari 39 penampilannya di semua kompetisi.


Chelsea ditangan Tuchel

Tuchel, - menjadi pengganti Frank Lampard karena membuat Chelsea terseok-seok musim ini - yang didatangkan dari PSG dengan harapan membawa The Blues kembali ke jalur yang benar, mampu mengemban tanggung jawab tersebut dengan baik.


Memenangkan 14 pertandingan awal sebagai bos di Stamford Bridge, sebelum catatan apik tersebut dihentikan oleh West Brom dengan skor 5-2, Tuchel perlahan mampu mengembalikan performa The Blues yang berisikan pemain-pemain muda potensial. Bahkan dia berhasil menundukkan City di dua pertemuan sebelumnya, yakni di Piala FA (1-0) dan Liga Primer (2-1).


Kesuksesan pria berumur 47 tahun itu membawa The Blues ke final Liga Champions membuatnya bertekad untuk membayar kegagalan pada final edisi sebelumnya, di mana PSG-nya Tuchel harus mengakui kemenangan Die Roten di laga penentuan.


Datang dari Jerman dan pernah menjadi murid Ralf Rangnick di VfB Stuttgart, tentu saja membuat gaya bermain gegenpress lekat pada dirinya. Meskipun bermain menggunakan tiga bek, strategi tersebut mampu dia terapkan dengan baik di Chelsea.


Tuchel memilih untuk mengutamakan penguasaan bola daripada kecepatan, serta memaksimalkan kemampuan pemain bek sayapnya, seperti Ben Chilwell, Reece James, Marcos Alonso atau Callum Hudson-Odoi.


Visi bermain yang tidak kenal lelah mampu dikombinasikan Tuchel dengan counter-pressing yang dapat timnya lakukan saat tidak menguasai bola.


Komposisi pemain The Blues membuat taktik Tuchel semakin berbahaya dengan adanya pemain dengan mobilitas tinggi seperti N'Golo Kante atau Mason Mount, entah saat menguasai bola atau tidak.


Terlihat jelas perbedaan permainan kedua pelatih tersebut. Guardiola lebih mengandalkan bola-bola pendek dan kemampuan individu para pemainnya, sedangkan Tuchel memaksimalkan pola serangan balik yang terstruktur dengan memanfaatkan celah di pertahanan lawan.


Tidak akan mudah bagi Guardiola untuk menghancurkan tim yang sudah mengalahkan The Citizens, dan hanya kebobolan dua kali di Liga Champions sejak Chelsea ditukangi Tuchel pada paruh kedua musim ini.


Hal itu bisa saja menjadi balas dendam Tuchel selama dia berada di Bundesliga, di mana timnya, entah itu Mainz 05 atau Dortmund, selalu kalah melawan Bayern-nya Guardiola.


Kedua manajer itu pasti akan membuat perubahan-perubahan di taktik mereka yang membuat lawannya mencoba untuk menebak-nebak apa yang akan dilakukan pada partai final nanti.


Meski terdapat perbedaan strategi dari kedua manajer tersebut, mereka pasti memikirkan hal detail yang bisa menjadikan kesempatan untuk memenangkan pertandingan.


Gundogan, pemain yang pernah dilatih oleh kedua pria tersebut, menilai bahwa mereka sangat mirip karena Guardiola dan Tuchel mampu menyesuaikan hal-hal tertentu dalam permainan mereka.


"Mereka sangat mirip," kata Gundogan dilansir dari Manchester Evening News. "Keduanya adalah manajer yang hebat, secara taktis, mereka pada level tinggi sehingga keduanya mampu menghadapi kesulitan yang mungkin mereka alami dalam 90 menit."


"Keduanya mampu menyesuaikan hal-hal tertentu dalam permainan mereka, mereka memiliki pemain berkualitas untuk diajak bekerja sama dan inilah alasan kedua tim mencapai final."


"Mereka memiliki perpaduan antara pemain yang tepat dan manajer yang sempurna. Detail kecil akan menentukan permainan dan kami akan mencoba untuk menempatkan hal detail itu untuk keuntungan kami."

Disqus Comments
Copyright © 2020 Podcastbola | Situs Agen Bola Resmi Terpercaya